Senin, 18 Maret 2013

Sepakbola Indonesia Harus Bangkit


 
 Penantian melelahkan publik sepakbola Indonesia selama dua tahun terakhir untuk melihat kekisruhan berlarut-larut yang melanda PSSI akhirnya dituntaskan melalui kongres luar biasa (KLB) di Jakarta, Minggu (17/3).

KLB itu merupakan upaya terakhir bagi Indonesia untuk menghindari sanksi FIFA yang akan diputuskan dalam rapat komite eksekutif (exco) induk organisasi sepakbola internasional tersebut di markas mereka di Zurich, Swiss, pada 20-21 Maret 2013.

Kendati dianggap berjalan lancar, KLB sempat diwarnai kericuhan ketika 16 pengurus provinsi (pengprov) caretaker versi tim verifikasi memaksa masuk ke arena kongres, namun tidak berhasil menembus barisan keamanan.

Tidak hanya berhenti di situ saja, enam anggota komite eksekutif (exco), yakni Farid Rahman, Sihar Sitorus, Bob Hippy, Mawardi Noerdin, Widodo Santoso, dan Tuti Dau melakukan aksi walk-out (WO). Walau pun begitu, aksi ini tidak mempengaruhi jalannya kongres secara keseluruhan.

KLB pun akhirnya ditutup dengan sejumlah keputusan, seperti penyatuan liga, perubahan komposisi exco dari 11 menjadi 15, serta sanksi skorsing kepada enam anggota exco yang melakukan aksi WO.

“Kongres telah berjalan dengan sukses, dan semua bisa melaksanakan kongres selanjutnya. Indonesia sukses melaksanakan kongres, dan bisa terlepas dari hal buruk apa pun,” ujar Costaskis Koutsokoumnis, salah satu perwakilan FIFA yang juga presiden federasi sepakbola Siprus.

“Kami berterima kasih atas dukungan rakyat Indonesia. KLB yang dihadiri tiga perwakilan FIFA berjalan baik dan sukses. FIFA dan AFC menyatakan kongres ini baik, dan Indonesia terbebas dari sanksi,” timpal menteri pemuda dan olahraga (Menpora) Roy Suryo.

Pernyataan-pernyataan ini mengindikasikan peluang Indonesia terbebas dari sanksi FIFA cukup besar. Semua itu masih bergantung kepada laporan yang diberikan para perwakilan FIFA sebagai bahan penilaian bagi exco otoritas sepakbola dunia dalam mengeluarkan keputusan.



Bila Indonesia terbebas dari sanksi FIFA, maka sudah saatnya menatap ke depan untuk memperbaiki penurunan, baik di level nasional mau pun internasional, yang dialami selama dua tahun akibat konflik.

Sudah saatnya sekarang melihat apa yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas dan prestasi sepakbola Indonesia. Apalagi posisi Indonesia di ranking terbaru FIFA pada 14 Maret mengalami penurunan tiga tangga dari 163 menjadi 166.

“Saat ini tidak ada lagi dualisme. Kami berharap kondisi harmonis di tingkat atas ini selanjutnya bisa diikuti di kalangan pengprov maupun pencab [pengurus cabang] PSSI,” tegas ketua umum PSSI Djohar Arifin Husein.

Harmonisasi dari level atas sampai bawah diperlukan untuk menciptakan suasana kondusif di persepakbolaan Indonesia. Apa yang sudah diciptakan dalam KLB tidak akan berarti bila seluruh stakeholder sepakbola di tanah air.

Menjadi tugas PSSI untuk membenahi kerusakan yang ditimbulkan akibat adanya dualisme mulai dari level organisasi hingga klub di divisi terbawah. Ini bukan pekerjaan mudah, mengingat gejolak akan tetap ada dari pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan hasil KLB.

Sudah saatnya sepakbola Indonesia melangkah ke depan, dan bukan mundur ke belakang untuk kembali mensejajarkan diri dengan negara tetangga. Jadikan kekisruhan berlarut-larut selama dua tahun sebagai yang terakhir, dan tak terulang lagi di masa mendatang. (Sumber: Goal.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar